Selasa, 25 Januari 2011

Bujang Buta-Drama


Di sebuah kampung, hiduplah seorang janda tua dengan tiga anak laki-lakinya. Yang sulung bernama Bujang Perotan, anak kedua bernama Bujang Pengail, dan anak bungsunya bernama Bujang Buta. Nama-nama itu diberikan karena janda tua itu berharap anak sulungnya menjadi perotan yang baik, dan anak kedua menjadi pengail yang ahli. Namun sedihnya, untuk anak yang ketiga dia terpaksa memberinya nama Bujang Buta karena memang kedua mata anak bungsunya itu sudah buta sejak lahir. Pada suatu pagi, seperti biasanya ketiga bujang tersebut pergi ke hutan. Selain hasilnya untuk dimakan di rumah juga dijual ke pasar.
Bujang Perotan &    : ”Bujang Buta! Ayo kita ke hutan untuk merotan dan   Bujang Pengail            memancing ikan.”
Bujang Buta              : ”Ayo!”
            Namun ketika hari beranjak siang, Bujang Perotan dan Bujang Pengail diam-diam meninggalkan Bujang Buta.
Bujang Perotan        : ”Ayo, Bujang Pengail! Kita tinggalkan saja Bujang Buta                                           sendirian di hutan.” (Sambil berbisik)
Bujang Pengail        : “Ayo !” (Dengan pelan)
            Kemudian setelah itu Bujang Buta tersadar juga bahwa kedua abangnya telah meninggalkannya.
Bujang Buta              : “Bang! Bang! Abang di mana? Oh! Ternyata mereka telah                                       meninggalkanku…”
            Dengan tertatih-tatih dan disertai perasaan takut, Bujang Buta berusaha berjalan mengikuti kaki melangkah. Tiba-tiba ia merasakan ada sesuatu yang terpijak kakinya. Dia pun meraba-raba dan mengambil sesuatu yang dia rasakan seperti buah mempelam. Digigitnya buah itu sampai hanya tinggal bijinya yang tersisa. Karena masih terasa manis, Bujang Buta terus menghisap biji tersebut. Karena asiknya, tanpa diduga biji itu meluncur dan tertelan.
Bujang Buta              : “Aduhh, bijinya tertelan!!”
            Setelah itu, tiba-tiba Bujang Buta membelalakkan mata dan bersamaan dengan itu matanya dapat melihat secara samara-samar benda-benda sekelilingnya. Ia sudah bisa melihat dunia. Bujang Buta melihat ke langit dan bisa melihat indahnya sinar rembulan.
Bujang Buta              : “Adooii mak! Aku bisa melihat, aku bisa melihat!”
            Bujang Buta sangat senang. Dia kembali memejamkan mata dan mengucap syukur kepada Tuhan. Pada saat matanya terbuka kembali, dihadapannya sudah ada dua ekor beruk dan seekor harimau. Ketiga binatang itu mengajaknya bicara.
Beruk                         : “Hendak kemana engkau anak muda?”
Bujang Buta              : “Saya hendak mencari kampung (dengan suara pelan                                             karena takut)”
Harimau                     :”Mengapa begitu?”
            Lalu Bujang Buta menceritakan semua kejadian yang dialaminya. Setelah mendengarkan cerita Bujang Buta, ketiga binatang itu memberinya bekal berupa senjata. Kedua beruk memberinya terap dan keris yang masing-masing bisa mengikat dan menikam sendiri bila disuruh. Harimau membekalinya pemukul yang bisa memukul sendiri bila dikehendaki.
Bujang Buta              : “Saya berpamitan dulu ya! Terima kasih atas semua                                                             perbekalan ini”
            Setelah itu Bujang Buta itu pun kembali ke kampung yang telah di tunjukkan oleh ketiga binatang tersebut.
Bujang Buta              : “Nek, apa kerja nenek?”
Nenek Bunga           : “Merangkai bunga. Siapa engkau anak muda?”
Bujang Buta              : “Bujang Buta, Nek. Bolehkah saya membantu, Nek?”
Nenek Bunga           : “Tentu saja, tapi cobalah dulu”
            Karena sifatnya yang rajin dan suka menolong, maka Bujang Buta pun membantu usaha nenek itu dan diizinkan untuk tinggal bersamanya, Suatu hari sambil bekerja merangkai bunga, Nenek Bunga bercerita kepada Bujang Buta bahwa raja negeri itu sedang dilanda kesedihan.
Bujang Buta              : “Apa yang sedang terjadi, Nek?”
Nenek Bunga           : “Putri Bungsu kerajaan kami sedang ditawan oleh Raja                                           Gajah untuk dikawini.”
Bujang Buta              : “Mengapa dikawinkan dengan gajah, Nek?”
Nenek Bunga           : “Karena kalau tidak mau, negeri kami ini akan dihancurkan                                                oleh gerombolan gajah itu.”
Bujang Buta              : “Bolehkah saya membantunya, Nek?”
Nenek Bunga           : “Oh, jangan anak muda, tidak ada seorang pun yang bisa                                       mengalahkan kesaktian Gajah itu.”
            Bujang Buta hanya terdiam melihat kekhawatiran nenek tua yang sudah dianggapnya seperti emaknya. Namun jiwa penolongnya membuat ia bertekad untuk menyelamatkan putri itu. Maka ketika malam hari, ia diam-diam pergi ke tempat tawanan sang putri.
            Ketika sampai di gerombolan gajah, Bujang Buta mulai mengeluarkan senjata pemberian ketiga teman binatangnya itu. Ia berdoa sejenak, dan kemudian memusatkan pikiran kepada senjatanya. Tak lama setelahnya pemukul mulai memukul dan keris mulai menikam tubuh gajah tersebut. Maka tak sampai separuh malam, gajah-gajah itupun mati, hati Bujang Buta sangat lega. Melihat kejadian itu sang putri menghampiri Bujang Buta untuk berterima kasih.
Putri                            : “Terima kasih Bujang Buta karena telah menyelamatkan                                         nyawaku, maukah kau menerima hadiah dariku?”
Bujang Buta              : “Tidak perlu tuan putri.”
            Melihat gajah dan gerombolannya sudah mati, Putri bungsu menghampiri Bujang Buta untuk mengucapkan terima kasih. Keesokan harinya, kabar kematian gajah-gajah itu tersiar sampai ke seluruh pelosok negeri.Setelah mendapat cerita dari putrinya, Raja Negeri mengundang seluruh rakyat ke istananya. Mereka harus memperlihatkan semua pakaian yang dimiliki. Setelah acara pesta pernikahan yang meriah selesai, Bujang Buta menghadap untuk memohon sesuatu kepada raja negeri.
Raja                            :”Apa keinginanmu orang muda?”
Bujang Buta              :”Perjalanan hamba sampai ke negeri ini adalah karena doa emak hamba, maka hamba bermaksud mencari emak  hamba dan membawanya serta hidup di negeri ini, Baginda.”
Raja                            :”Engkau anak yang berbakti, maka pergilah mencari emakmu itu. Pengawalku akan mengantarmu ke mana engkau pergi.”
Bujang Buta              :”Beribu terima kasih hamba haturkan ke hadapan baginda.”
            Keesokan harinya Bujang Buta, dan beberapa pengawal istana berangkat menuju rumah Bujang Buta.setelah berminggu-minggu berjalan, sampailah rombongan Bujang Buta di sebuah gubuk yang sudah reyot. Tergesa-gesa Bujang Buta memanggil si empu rumah.
Bujang Buta              : “Assalam’alaikum,adakah orang di dalam.”
Emak                          : “Siapa di luar?”
Bujang Buta              : “Ini saya mak! Bujang Buta”
Emak                          : “Apakah benar, mengapa engkau bisa melihat, bukankah                                       anakku buta?”
Bujang Perotan        : “Maafkan abangmu ini Bujang Buta karena telah                                                      meninggalkanmu di hutan.”
Bujang Pengail        : “Abang juga minta maaf ya ,Dek.”
            Setelah mendengar cerita Bujang Buta, tahulah emaknya siapa sebenarnya yang berniat jahat kepada anak bungsunya itu. Namun karena Bujang Buta adalah seorang anak yang berhati mulia, maka dimaafkannya kesalahan kedua abangnya itu.
            Sejak saat itu, dibawanyalah emak serta kedua abangnya hidup di negeri yang dipimpinya. Selanjutnya Bujang Buta hidup tenteram bersam putri bungsu, Nenek Bunga, emak, dan keluargannya.
            Kebahagiaan Bujang Buta itu datang karena kerendahan hati, sifat yang suka menolong, dan ketaatannya kepada orang tua.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar