Selasa, 25 Januari 2011

Drama Bahaya Narkoba


Pemeran:
- Cici Sarjani               : Sebagai Ibu
- Teddy Andreas         : Sebagai Ayah
- Elvianiza                   : Sebagai Mahasiswa
- Paskalis Bayu            : Sebagai Pecandu Narkoba
- Elisabeth Aprilia       : Sebagai Dokter
- Helen Eliana             : Sebagai Narator dan Polisi
- Christin Susanto       : Sebagai Polisi

Cerita:
Narator            : Suatu hari Pak Teddy dan Ibu Cici berkelahi.
Ibu Cici           : “Pak! Mengapa setiap hari kerjaan Bapak ini pulang malam saja?     Apa yang Bapak kerjakan?”
Pak Teddy       : “Tidak ada urusannya denganmu! Lebih baik kamu diam saja.”
Ibu Cici           : “Bagaimana mau diam? Kamu kerja pulang malam, apakah tidak memikirkan keluargamu sendiri?”
Narator            : Pada saat itu Elvi bermaksud mau berbicara sesuatu kepada Ibu Cici, Ibunya. Namun karena tidak sengaja ia melihat orang tuanya berkelahi ia pun menguping.
Pak Teddy       : “Apa yang perlu dipikirkan? Anak kita sudah besar. Dia bisa menjaga diri dan kamu tidak perlu bekerja. Cukup cari pembantu saja! Apa susahnya? Semua harus aku!”
Ibu Cici           : “Apa Bapak kira kita ini kaya raya? Bisa cari uang! Banyak orang-orang  berdatangan dan meminta uang pada saya. Katanya Bapak meminjam uang kepada merea untuk main judi. Apa masih bisa kita cari pembantu!”
Pak Teddy       : “ Ya! Karena kamu malas saja bekerja!”
Ibu Cici           : “ Apa? Aku malas bekerja! Kamu yang malas bekerja, main judi terus.”
Pak Teddy       : “Terserah aku, itukan hakku!”
Ibu Cici           : “Kamu…”
Narator            : Kemudian Elvi keluar sambil menangis.
Elvi                  : “Sudah, Bu. Jangan dilanjutkan lagi.” (Elvi memohon sambil berlutut)
Ibu Cici           : “Ini urusan orang tua! Lebih baik kamu pergi tidur saja.”
Elvi                  : “Tidak! Jika Ayah dan Ibu masih kelahi, saya tidak akan tidur.”
Ibu Cici           : “Cepat! Jangan sampai membuat Ibu tambah marah lagi kepadamu!”
Elvi                  : “Tapi…”
Ibu Cici           : “Cepat tidur!”
Narator            : Elvi pun masuk ke kamarnya. Di kamarnya, ia merenungkan apa yang terjadi diantara kedua orang tuanya.
Elvi                  : “Sebenarnya, mengapa Ayah dan Ibu berkelahi? Ya, Tuhan. Tolong beri aku petunjukmu Ya, Tuhan. Hamba tidak ingin Ayah dan Ibu hamba berkelahi. Amin.”
Narator            : Elvi pun tidur di kamarnya. Keesokan harinya, Elvi berangkat kuliah. Kuliahnya tidak jauh dari rumahya. Ia pun mencari orang tuanya untuk berpamitan, tetapi tidak ada. Sehingga ia pun pergi tanpa berpamitan. Di jalan ia terus melamun dan menabrak orang-orang yang lewat.
Orang-orang    : “Hey! Kalau jalan lihat-lihat, dong! Jangan melamun melulu.”
Elvi                  : “Ya, maaf.”
Orang-orag      : “Maaf-maaf!”
Narator            : Elvi pun melanjutkan perjalanannya. Pada saat ia tiba di Universitas, ia masuk ke kelas dan duduk sambil melamun. Tiba-tiba Bayu, temannya menghampirinya.
Bayu                : “Hey! Mengapa melamun? Stress, ya!”
Elvi                  : “Ya! Apa urusannya sama kamu?”
Bayu                : “Enggak ada, cuma tanya.”
Elvi                  : “O…O…, bantuin aku, dong!”
Bayu                : “Hm hm, aku beri kamu sesuatu! Enak deh! Gratis! Dijamin stress kamu hilang dalam sekejap. Mau enggak?”
Elvi                  : “Serius kamu?”
Bayu                : “Ya iyalah, masa ya iyadong! Mau enggak?”
Elvi                  : “Boleh!”
Bayu                : “Nah, sekarang kita keluar!”
Elvi                  : “Ngapain?”
Bayu                : “Tapi, kamu mau kan barangnya!”
Elvi                  : “Ya udah!”
Narator            : Bayu pun keluar bersama Elvi. Di tempat yang sepi, Bayu pun mengeluarkan sesuatu dari dalam kantongnya sambil melihat kesekelilingnya.
Bayu                : “Nah, ini dia barangnya!”
Elvi                  : “Apaan ini?”
Bayu                : “Ini, obat penghilang stress! Mau coba?”
Elvi                  : “Boleh!”
Narator            : Elvi pun mencoba obat itu. Ia tidak tau bahwa obat itu adalah narkoba. Tapi, mau bagaimana lagi ia sudah terjerumus ke dalam narkoba. Ia selalu memakai suntikan, menghisap rokok layaknya laki-laki. Setiap kali ia pulang kuliah, wajahnya pasti pucat! Kemudian, hingga akhirnya ibunya membawanya kerumah sakit.
Ibu Cici           : “Ibu dokter, tolong periksa anak saya ini. Setiap pulang kuliah, mukanya selalu pucat!”
Dr. Elisabeth   : “Baik, Ibu! Ibu tunggu di luar dulu, ya!”
Ibu Cici           : “Baik, Ibu!”
Narator            : Kemudian dokter ditemani suster berada didalam ruangan pemeriksaan. Pada awalnya, dokter tersebut berfirasat bahwa Elvi, pasiennya terkena narkoba. Namun setelah diperiksa, ternyata benar bahwa pasiennya itu telah terkena narkoba. Maka setelah dokter itu keluar, Ibu Cici diajak untuk masuk ke dalam ruangannya.
Dr. Elisabeth   : “Ibu, apakah anak ibu telah terjerumus ke dalam pergaulan bebas?”
Ibu Cici           : “Tidak pernah, Ibu. Emangnya mengapa?”
Dr. Elisabeth   : “Begini, Ibu! Setelah saya periksa, ternyata anak Ibu terkena penyakit yang disebabkan oleh narkoba!”
Ibu Cici           : “Ah! Dokter ini pasti bohong!”
Dr. Elisabeth   : “Tidak, Ibu. Ini benar!”
Ibu Cici           : “Sudahlah, mungkin dokter ini yang salah makanya hasilnya jadi begini!”
Narator            : Dokter itu hanya terdiam dan menghembuskan nafas saja. Ibunya pun pergi ke ruangan perawatan dan membawa Elvi pulang.
Ibu Cici           : “Elvi, apakah kamu memakai obat-obatan terlarang? Seperti narkoba atau sabu-sabu!”
Elvi                  : “Tidak ada, Ibu. Emangnya kenapa?”
Ibu Cici           : “Enggak, tadi dokternya tanya begitu. Ya, Ibu ragu-ragu makanya Ibu bilang tidak saja!”
Elvi                  : “Palingan dokternya aja yang salah!”
Ibu Cici           : “Ya, mungkin begitu!”
Narator            : Walaupun begitu, Ibunya pun sedikit curiga. Maka, Ibu Cici bermaksud untuk mengintai Elvi ke kuliah.
Ibu Cici           : “Elvi, kamu pergi tidur saja dulu! Besokkan kamu kuliah!”
Elvi                  : “Ya, sudah. Elvi juga sudah capek,nih!”
Narator            : Elvi pun pergi ke kamarnya dan tidur begitu juga dengan Ibunya. Keesokan harinya, Elvi bangun pagi-pagi. Ia sudah mandi dan makan, kemudian ia masuk ke kamar Ibunya. Ia hendak mencuri uang Ibunya. Awalnya ibunya tidak tau mengapa Elvi masuk ke kamar Ibunya. Namun akhirnya terjawab juga. Walau begitu, Ibunya diam-diam saja, karena Iunya mau mengintainya. Kemana pun Elvi pergi, dengan hati-hati Ibunya mengintai sampai ia berhenti saat melihat Elvi bertransaksi narkoba.
Elvi                  : “Nah, ini uangnya! Aku mau 5 Kg!”
Bayu                : “Oke-oke, cukup kok!”
Narator            : Melihat kejadian itu, Ibunya lalu memfoto saat mereka bertransaksi dan menyadari bahwa perkataan dokter itu benar. Segeralah ia lapor pada polisi, walau terpaksa. Karena memang itu seharusnya yang Elvi dapat. Ibu Cici sedikit berlari menuju ke kantor polisi dan akhirnya sampai. Lalu Ibu Cici membuka pintu.
Ibu Cici           : “Ibu polisi!” (Sambil terengah-engah)
Ibu Helen        : “Sudah, tenangkan dulu diri Ibu!”
Ibu Cici           : “Baiklah!”
Ibu Christin     : “Sudah agak baikan, Ibu?”
Ibu Cici           : “Ya, sudah!”
Ibu Christin     : “Ada apa, Ibu?”
Ibu Cici           : “Begini, Ibu! Anak saya memakai narkoba bersama temannya. Ia sekarang berada di Universitas!”
Ibu Christin     : “O…. Kalau begitu ayo kita lekas ke sana! Ibu Cici bisakah anda menunjukkan Universitas tempat anak Ibu kuliah?”
Ibu Cici           : “Bisa!”
Ibu Helen        : “Kalau begitu, ayo!”
Narator            : Ibu Helen dan Ibu Christin pun ke Universitas yang ditunjukkan oleh Ibu Cici. Ternyata benar apa yang di katakan oleh Ibu Cici, Elvi memakai narkoba. Saat itu tampak ia sedang menggunakan narkoba.
Ibu Christin     : “Angkat tangan!”
Narator            : Elvi dan Bayu serentak terkejut dan angkat tangan.
Elvi                  : “Ada apa ini, Ibu?”
Bayu                : “Ya, ada apa ini?”
Ibu Helen        : “Kalian telah terbukti memakai narkoba!”
Bayu                : “Mana buktinya?”
Ibu Helen        : “Perlihatkan!”
Narator            : Ibu Christin pun memperlihatkan foto mereka dan mereka pun terkejut.
Ibu Christin     : “Sekarang ikut kami ke kantor polisi!”
Elvi                  : “Tapi…”
Ibu Helen        : “Sudah, ayo ikut!”
Elvi                  : “Ibu…Ibu…tolong Elvi, Bu!”
Narator            : Ibunya hanya bisa menangis saja melihat kejadian itu.

8 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Boleh dicopas ya bro

    BalasHapus
  3. Izin Copas gan...
    Buat Pentas Seni di sekolahan nanti :p

    BalasHapus
  4. permisi, tapi sa minta ceritanya ya : >

    BalasHapus
  5. wihhhh keren yaa blog nya
    “Zapplerepair Apple dan Smarphone specialist
    telp: 087788855868
    website: http://indonesia.zapplerepair.com/

    BalasHapus