Selasa, 25 Januari 2011

Tari Rantak


Tari Rantak yang merupakan tari pertama yang gerakannya diambil dari silat tersebut, dalam penerapannya sekarang ini sudah sangat jauh sekali berbeda dari yang dulu diciptakan almarhumah Gusmiati Suid.

Hal inilah yang membuat prihatin para pecinta kebudayaan tradisi Minangkabau, setidaknya melalui Taman Budaya Sumbar dicoba untuk membangun atau mengonsep ulang dan membakukan Tari Rantak dalam sebuah workshop tari.

Dari hasil workshop yang diadakan pada bulan April lalu untuk melihat hasil yang didapatkan para pelatih seluruh kota dan kabupaten di Sumbar yang mengikutinya, maka bulan November ini diadakan Festival Tari Rantak.

Seperti yang disampaikan Darliati, Ketua Pelaksana Festival, ketika workshop dilakukan dengan tiga pengamat diantaranya Zulkifli, SS, MHum., Dosen STSI Padangpanjang, Eri Mefry koreografer, dan Lesmandri pewaris tunggal Tari Rantak. Ketiganya juga menjadi juri pada festival.

Meski demikian, ketiga juri itu sepakat bahwa festival kali ini belum mencapai tujuan diadakannya festival ini, yakni mengembalikan seluruh falsafah dan gerakan Tari Rantak yang sesungguhnya.

“Contohnya saja, beberapa gerakan dalam tari dihilangkan. Itu sangat fatal akibatnya. Tapi kalau seharusnya ada penari pria, namun dihilangkan, itu baru wajar karena sekarang sangat susah mencari pria yang mau menari,” ujar Zulkifli.

Ia mengatakan, gerakan yang dihasilkan penari tidak lagi dinamis. Misalnya, gerakan tangan yang seharusnya dengan bahu memutar 180 derajat, tapi di potong sehingga gerakan menjadi lebih cepat. Hal ini yang menurutnya menghilangkan kedinamisan dalam gerakan Tari Rantak.

Kemudian, Lesmandri juga menekankan bahwa dalam Tari Rantak itu bukan untuk dibawakan dengan senyuman, apalagi sambil tertawa cengingisan.

Meski tari ini ceria karena musik pengiringnya semarak, bukan berarti penari juga terbawa arus sehingga membawakan tari juga dengan tertawa. Karena Tari ini diciptakan dari gerakan silat, jadi tidak mungkin seseorang saat ia bersilat kemudian ia juga tertawa-tawa,” kata pemilik Sanggar Gumarang Sakti, Batusangkar ini.

Selanjutnya, Ery Mefri yang merupakan koreografer nasional ‘urang awak’ asli menyebutkan bahwa jika dalam suatu kelompok kekurangan penari, maka ia menekankan agar pelatih jangan sekali-kali berani mengambil orang yang belum paham menari.
“Hal itu akan merusak penampilan kelompok. Lebih baik tampil berapa saja, anggota yang memang mahir dan mengerti dengan tari ini. Dari sebelas kelompok, selalu ada satu orang yang memang tidak tampil bagus. Ini yang mesti juga diperhatikan pelatih,” katanya.

Menurut para juri tersebut, seharusnya memang diadakan workshop satu kali lagi untuk lebih mencari format yang sangat tepat sehingga ada konsep baku dari Tari Rantak tersebut.

Menurut Zulkifli, hal ini bisa melalui cara mengumpulkan kembali seluruh murid almarhumah Gusmitati yang nantinya bersedia, menurunkan ilmu yang mereka dapat dulu.

“Tari Rantak ini memang harus dikembalikan ke falsafah dan gerak semula yang diciptakan Gusmiati. Sehingga tidak ada lagi perbedaan gerakan dalam tarian tersebut,” ujar Zulkif

Tidak ada komentar:

Posting Komentar